Sebenarnya hal ini sudah lama aku
pendam dalam hati. Yaitu sebuah hadits yang menerangkan tentang suatu takdir.
Aku sempat bingung dibuatnya. Aku bingung karena apakah aku yang kurang paham
terhadap hadits tersebut atau memang hadits tersebut dhaif, tapi tidak mungkin
hadits itu dha’if karena riwayat atau sanad yang diberikan hadits tersebut
lengkap dan aku dapatkan hadits itu dari hadits muslim. Hadits tersebut adalah
sebagai berikut.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ الْهَمْدَانِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا أَبِي وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ قَالُوا حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ كِلَاهُمَا عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ الْحَمِيدِ ح و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ ح و حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ح و حَدَّثَنَاه عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ بْنُ الْحَجَّاجِ كُلُّهُمْ عَنْ الْأَعْمَشِ بِهَذَا الْإِسْنَادِ قَالَ فِي حَدِيثِ وَكِيعٍ إِنَّ خَلْقَ أَحَدِكُمْ يُجْمَعُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً و قَالَ فِي حَدِيثِ مُعَاذٍ عَنْ شُعْبَةَ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً أَرْبَعِينَ يَوْمًا وَأَمَّا فِي حَدِيثِ جَرِيرٍ وَعِيسَى أَرْبَعِينَ يَوْمًا
"Telah menceritakan kepada kami Abu
Bakr bin Abu Syaibah; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah
dan Waki'; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abdullah bin Numair Al Mahdani
dan lafazh ini miliknya; Telah menceritakan kepada kami Bapakku dan Abu
Mu'awiyah dan Waki' mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Al
A'masy dari Zaid bin Wahb dari 'Abdullah dia berkata; Telah
menceritakan kepada kami Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yaitu -Ash
Shadiq Al Mashduq-(seorang yang jujur menyampaikan dan berita yang
disampaikannya adalah benar): 'Sesungguhnya seorang manusia mulai diciptakan
dalam perut ibunya setelah diproses selama empat puluh hari. Kemudian menjadi
segumpal daging pada empat puluh hari berikutnya. Lalu menjadi segumpal daging
pada empat puluh hari berikutnya. Setelah empat puluh hari berikutnya, Allah
pun mengutus seorang malaikat untuk menghembuskan ruh ke dalam dirinya dan
diperintahkan untuk menulis empat hal; rezekinya, ajalnya, amalnya, dan
sengsara atau bahagianya.' Demi
Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sungguh ada seseorang darimu yang
mengerjakan amal perbuatan ahli surga, hingga jarak antara dirinya dan surga
hanyalah satu hasta, namun suratan takdir rupanya ditetapkan baginya hingga ia
mengerjakan amal perbuatan ahli neraka dan akhirnya ia pun masuk neraka. Ada
pula orang yang mengerjakan amal perbuatan ahli neraka, hingga jarak antara ia
dan neraka hanya satu hasta, namun suratan takdir rupanya ditetapkan baginya
hingga kemudian ia mengerjakan amal perbuatan ahli surga dan akhirnya ia pun
masuk surga.' Telah menceritakan kepada kami 'Utsman bin Abu Syaibah
dan Ishaq bin Ibrahim keduanya dari Jarir bin 'Abdul Hamid;
Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada
kami Ishaq bin Ibrahim; Telah mengabarkan kepada kami 'Isa bin Yunus;
Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepadaku Abu
Sa'id Al Asyaj; Telah menceritakan kepada kami Waki'; Demikian juga
diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakannya kepada kami 'Ubaidullah
bin Mu'adz; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Telah
menceritakan kepada kami Syu'bah bin Hajjaj seluruhnya dari Al A'masy
melalui jalur ini, dia berkata di dalam Hadits Waki'; sesungguhnya
penciptaan salah seorang dari kalian dimulai dari perut ibunya selama empat
puluh malam. Dan di sebutkan di dalam Hadits Mu'adz dari Syu'bah empat puluh
malam, kemudian empat puluh hari. Sedangkan di dalam Hadits Jarir, empat puluh
hari."
Karena pengetahuanku yang masih
awam aku terheran-heran dengan hadits tersebut. Ketika aku membaca kalimat yang
diberi warna kuning aku kaget. Seseorang yang mengerjakan amalan ahli surga
sampai jaraknya antara surga dan ia satu hasta tetapi karena takdir menentukan
ia masuk neraka maka ia masuk neraka. Begitu juga sebaliknya. Disitu aku
berpikir buat apa seseorang mengerjakan amalan kebaikan kalau toh ia
ditakdirkan akan masuk neraka. Dan lebih untungnya lagi seseorang yang
mengerjakan amalan keburukan akan masuk surga karena takdir menentukan ia
berbuat amalan baik ketika akhir hayatnya maka ia masuk surga. Lalu, mengapa
Allah berbuat demikian? Mengapa Allah menciptakan manusia jika untuk dimasukan
ke neraka?
Pertanyaan tersebut selalu
terngiang dikepalaku. Beberapa hari kemudian, ada sebuah acara silaturahmi yang
diadakan oleh teman-teman kampusku. Tempatnya sangat sejuk. Di daerah
pegunungan. Suatu ketika aku sedang berkumpul dengan teman-temanku. Kala itu
aku sedang membicarakan keilmuan Islam dan aku teringat hadits mengenai takdir
itu. aku tanyakan saja langsung pada temanku itu kebetulan pemahaman mengenai
Islamnya lebih baik dibandingkan denganku. Kubacakan saja hadits itu
dihadapannya. Lalu temanku itu berkata padaku
“Itu adalah peringatan Nabi
Muhammad kepada umatnya supaya tidak sombong karena merasa paling sholeh.”
begitu sahutnya
aku termenung sejenak. Kemudian aku
bertanya “Berarti hadits tersebut bertujuan untuk memperingatkan umatnya agar
tidak sombong, begitu?” sahutku
“Iya.”sahutnya
“Sebentar, tapi ada kalimat (sambil
kubacakan kalimat dalam hadits yang berwarna kuning), mengapa Allah seperti
itu? Buat apa dong Allah menciptakan manusia?” sahutku dengan nada sedikit
lebih tinggi
“Allah berhak atas semuanya. Allah
kan Tuhan.” sahutnya lagi dengan santai. Kemudian adzan berkumandang. Karena
semua bergegas untuk menunaikan ibadah shalat maka kami pun menghentikan
diskusi. Bergegas aku mengambil kemeja dalam tasku untuk melaksanakan shalat
dzuhur berjamaah. Ketika aku sedang berganti pakaian tiba-tiba ia
menghampiriku.
“Lan, kalau Allah memasukan kamu ke
neraka Allah salah ga?”
“……..engga.” Sahutku dengan nada
ragu
“Kalau begitu Allah maha egois
dong?” sahutnya lagi
“………..” aku terdiam karena
kebingungan
“Ia allah Maha Egois. Allah pun
sombong.” Sahutnya lagi dengan santai
“Bukan begitu, hanya saja aku aneh,
mengapa Allah menciptakan manusia untuk dimasukan ke neraka.” sahutku dengan
keheranan
“Kalau begitu Allah memang egois
dan sombong. Tapi Allah berhak itu semua Fadhlan, karena Allah adalah Tuhan dan
kita adalah manusia.” Sahutnya lagi
“Kalau begitu buat apa kita ibadah
selama ini kalau toh akhirnya kita akan masuk neraka?” sahutku lagi
“Kalau begitu ikhlas saja karena
Allah.” Sahutnya sambil pergi untuk bergegas shalat. Seketika aku terdiam
mendengar kata ikhlas keluar dari dirinya. Aku termenung sesaat dan sadar. Lalu
segera ku hampiri dirinya
“Benar, karena ibadah semata-mata
hanya untuk mencari ridho Allah bukan surga dan neraka. Dengan kita mendapatkan
ridho Allah kita juga akan mendapatkan surga. Karena surga diperuntukan untuk
orang-orang yang mendapat ridho Allah.”
“Ya, betul.” sahutnya sambil
tersenyum.
Aku sadar selama ini aku sering
tidak ikhlas beribadah. Aku beribadah karena aku takut akan neraka. Aku ibadah
karena aku menginginkan surga. Pantas ibadah yang kulakukan seperti tidak punya
tujuan. Ibadah yang kulakukan hanya sebatas gerakan agar terpenuhinya syarat
dalam syariat. Namun, aku melupakan satu hal yang menjadi elemen penting dari
ibadah itu sendiri yaitu ikhlas. Aku sadar bahwa ikhlaslah yang menjadi
landasan untuk beribadah. Dengan ikhlas ibadah yang kita tunaikan insya allah
akan mendapat ridha Allah. Karena pada hakikatnya surga bukan tujuan, melainkan
akibat. Dengan kata lain tujuan beribadah adalah ridho Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar